Rabu, 18 Februari 2009

A Lesson Of Love..


>                   A lesson of love
>
> Toshinobu Kubota, yang biasa dipanggil Shinji mengucapkan selamat
> tinggal kepada keluarganya di negerinya yang lama untuk mencari hidup
> yang lebih baik di Amerika. Ayahnya memberinya uang simpanan keluarga
> yang disembunyikan di dalam kantong kulit.
>
> "Di sini keadaan sulit," katanya sambil memeluk putranya dan
> mengucapkan selamat tinggal. "Kau adalah harapan kami."
>
> Shinji naik ke kapal lintas Atlantik yang menawarkan transport gratis
> bagi pemuda-pemuda yang mau bekerja sebagai penyekop batubara sebagai
> imbalan ongkos pelayaran selama sebulan. Kalau Shinji menemukan emas
> di Pegunungan Colorado, keluarganya akan menyusul.
>
> Berbulan-bulan Shinji mengolah tanahnya tanpa kenal lelah. Urat emas
> yang tidak besar memberinya penghasilan yang pas-pasan namun teratur.
> Setiap hari ketika pulang ke pondoknya yang terdiri atas dua kamar,
> Shinji merindukan dan sangat ingin disambut oleh wanita yang
> dicintainya. Satu-satunya yang disesalinya ketika menerima tawaran
> untuk mengadu nasib ke Amerika adalah terpaksa meninggalkan Asaka
> Matsutoya sebelum secara resmi punya kesempatan mendekati gadis itu.
> Sepanjang ingatannya, keluarga mereka sudah lama berteman dan selama
> itu pula diam-diam dia berharap bisa memperistri Asaka.
>
> Rambut Asaka yang ikal panjang dan senyumnya yang menawan membuatnya
> menjadi putri Keluarga Yoshinori Matsutoya yang paling cantik. Shinji
> baru sempat duduk di sampingnya dalam acara perayaan pesta bunga dan
> mengarang alasan-alasan konyol untuk singgah di rumah gadis itu agar
> bisa betemu dengannya. Setiap malam sebelum tidur di kabinnya, Shinji
> ingin sekali membelai rambut Asaka yang pirang kemerahan dan memeluk
> gadis itu. Akhirnya, dia menyurati ayahnya, meminta bantuannya untuk
> mewujudkan impiannya.
>
> Kira-kira setahun kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan rencana
> untuk membuat hidup Shinji menjadi lengkap. Pak Yoshinori Matsutoya
> akan mengirimkan putrinya kepada Shinji di Amerika. Putrinya itu suka
> bekerja keras dan punya intuisi bisnis. Dia akan bekerja sama dengan
> Shinji selama setahun dan membantunya mengembangkan bisnis penambangan
> emas. Diharapkan, setelah setahun itu keluarganya akan mampu datang ke
> Amerika untuk menghadiri pernikahan mereka.
>
> Hati Shinji sangat bahagia. Dia menghabiskan satu bulan berikutnya
> untuk mengubah pondoknya menjadi tempat tinggal yang nyaman. Dia
> membeli ranjang sederhana untuk tempat tidurnya di ruang duduk dan
> menata bekas tempat tidurnya agar pantas untuk seorang wanita. Gorden
> dari bekas karung goni yang menutupi kotornya jendela diganti dengan
> kain bermotif bunga dari bekas karung terigu. Di meja samping tempat
> tidur dia meletakkan wadah kaleng berisi bunga-bunga kering yang
> dipetiknya di padang rumput.
>
> Akhirnya, tibalah hari yang sudah dinanti-nantikannya sepanjang hidup.
> Dengan tangan membawa seikat bunga daisy segar yang baru dipetik, dia
> pergi ke stasiun kereta api. Asap mengepul dan roda-roda berderit
> ketika kereta api mendekat lalu berhenti. Shinji melihat setiap
> jendela, mencari senyum dan rambut ikal Asaka.Jantungnya berdebar
> kencang penuh harap, kemudian tersentak karena kecewa.
>
> Bukan Asaka, tetapi Yumi Matsutoya kakaknya, yang turun dari kereta
> api. Gadis itu berdiri malu-malu di depannya, matanya menunduk. Shinji
> hanya bisa memandang terpana. Kemudian, dengan tangan gemetar
> diulurkannya buket bunga itu kepada Yumi. "Selamat datang," katanya
> lirih, matanya menatap nanar. Senyum tipis menghias wajah Yumi yang
> tidak cantik.
>
> "Aku senang ketika Ayah mengatakan kau ingin aku datang ke sini," kata
> Yumi, sambil sekilas memandang mata Shinji sebelum cepat-cepat
> menunduk lagi.
>
> "Aku akan mengurus bawaanmu," kata Shinji dengan senyum terpaksa.
>
> Bersama-sama mereka berjalan ke kereta kuda. Pak Matsutoya dan ayahnya
> benar. Yumi memang punya intuisi bisnis yang hebat. Sementara Shinji
> bekerja di tambang, dia bekerja di kantor. Di meja sederhana di sudut
> ruang duduk, dengan cermat Yumi mencatat semua kegiatan di tambang.
> Dalam waktu 6 bulan, asset mereka telah berlipat dua. Masakannya yang
> lezat dan senyumnya yang tenang menghiasi pondok itu dengan sentuhan
> ajaib seorang wanita.
>
> Tetapi bukan wanita ini yang kuinginkan, keluh Shinji dalam hati,
> setiap malam sebelum tidur kecapekan di ruang duduk. Mengapa mereka
> mengirim Yumi? Akankah dia bisa bertemu lagi dengan Asaka? Apakah
> impian lamanya untuk memperistri Asaka harus dilupakannya? Setahun
> lamanya Yumi dan Shinji bekerja, bermain, dan tertawa bersama, tetapi
> tak pernah ada ungkapan cinta. Pernah sekali, Yumi mencium pipi Shinji
> sebelum masuk ke kamarnya. Pria itu hanya tersenyum canggung. Sejak
> itu, kelihatannya Yumi cukup puas dengan jalan-jalan berdua
> menjelajahi pegunungan atau dengan mengobrol di beranda setelah makan
> malam.
>
> Pada suatu sore di musim semi, hujan deras mengguyur punggung bukit,
> membuat jalan masuk ke tambang mereka longsor. Dengan kesal Shinji
> mengisi karung-karung pasir dan meletakkannya sedemikan rupa untuk
> membelokkan arus air. Badannya lelah dan basah kuyup, tetapi tampaknya
> usahanya sia-sia. Tiba-tiba Yumi muncul di sampingnya, memegangi
> karung goni yang terbuka. Shinji menyekop dan memasukkan pasir
> kedalamnya, kemudian dengan tenaga sekuat lelaki, Yumi melemparkan
> karung itu ke tumpukan lalu membuka karung lainnya. Berjam-jam mereka
> bekerja dengan kaki terbenam lumpur setinggi lutut, sampai hujan reda.
> Dengan berpegangan tangan mereka berjalan pulang ke pondok.
>
> Sambil menikmati sup panas, Shinji mendesah, "Aku takkan dapat
> menyelamatkan tambang itu tanpa dirimu. Terima kasih, Yumi."
>
> "Sama-sama," gadis itu menjawab sambil tersenyum tenang seperti biasa,
> lalu tanpa berkata-kata dia masuk ke kamarnya.
>
> Beberapa hari kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan bahwa
> Keluarga Matsutoya dan Keluarga Kubota akan tiba minggu berikutnya.
> Meskipun berusaha keras menutup-nutupinya, jantung Shinji kembali
> berdebar-debar seperti dulu karena harapan akan bertemu lagi dengan
> Asaka. Dia dan Yumi pergi ke stasiun kereta api. Mereka melihat
> keluarga mereka turun dari kereta api di ujung peron.
>
> Ketika Asaka muncul, Yumi menoleh kepada Shinji. "Sambutlah dia,"
> katanya.
>
> Dengan kaget, Shinji berkata tergagap, "Apa maksudmu?"
>
> "Shinji, sudah lama aku tahu bahwa aku bukan putri Matsutoya yang kau
> inginkan. Aku memperhatikan bagaimana kau bercanda dengan Asaka dalam
> acara Perayaan pesta bunga lalu." Dia mengangguk ke arah adiknya yang
> sedang menuruni tangga kereta. "Aku tahu bahwa dia, bukan aku, yang
> kauinginkan menjadi istrimu."
>
> "Tapi..."
>
> Yumi meletakkan jarinya pada bibir Shinji. "Ssstt," bisiknya. "Aku
> mencintaimu, Shinji. Aku selalu mencintaimu. Karena itu, yang
> kuinginkan hanya melihatmu bahagia. Sambutlah adikku."
>
> Shinji mengambil tangan yumi dari wajahnya dan menggenggamnya. Ketika
> Yumi menengadah, untuk pertama kalinya Shinji melihat betapa cantiknya
> gadis itu. Dia ingat ketika mereka berjalan-jalan di padang rumput,
> ingat malam-malam tenang yang mereka nikmati di depan perapian, ingat
> ketika Yumi membantunya mengisi karung-karung pasir. Ketika itulah dia
> menyadari apa yang sebenarnya selama berbulan-bulan telah tidak
> diketahuinya.
>
> "Tidak, Yumi. Engkaulah yang kuinginkan." Shinji merengkuh gadis itu
> ke dalam pelukannya dan mengecupnya dengan cinta yg tiba-tiba
> membuncah didalam dadanya.
>
> Keluarga mereka berkerumun mengelilingi mereka dan berseru-seru, "Kami
> datang untuk menghadiri pernikahan kalian!"
>
>
> --
> Cheers,